Selasa, 26 Maret 2019

13 Daerah Ini Bakal Jadi Penentu Kemenangan Pilpres 2019, Pengamat: Masing-masing Punya Kelebihan

Kolase TribunStyle sumber Kompas.com
Jokowi dan Prabowo Subianto dalam debat kedua Pilpres 2019, Minggu (17/2/2019) lalu.
TRIBUNKALTIM.CO - Dari seluruh wilayah pemilihan, pertarungan paling sengit antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto dalam memperebutkan suara pemilih bakal terjadi di 13 daerah.
Pasalnya, pada Pemilu Presiden 2014 lalu, selisih suara keduanya di daerah tersebut sangat tipis.
Dilansir kompas.com, Prabowo yang kala itu berpasangan dengan Hatta Rajasa berhasil meraih 62.576.444 suara (46,85 persen).
Selisih perbedaan kedua pasangan tersebut tidak berjarak jauh, hanya terpaut 6,3 persen.
Artinya, peta penguasaan suara pemilih berlangsung sangat kompetitif.
Meskipun Jokowi unggul, namun tidak diperoleh dengan mudah.
Hasil kajian sebelumnya mengungkapkan, pangkal kemenangan Jokowi antara lain karena ia berhasil memenangkan wilayah dengan para pemilih yang tergolong antusias.
Kemenangan yang disokong faktor antusiasme pemilih semacam ini terjadi baik di daerah dengan jumlah pemilih besar maupun yang kurang besar.
Sekalipun terkalahkan oleh faktor derajat antusiasme, tidak berarti kekuatan fanatisme dukungan Prabowo lemah.
Bercermin pada hasil Pemilu 2014 lalu, terdapat berbagai wilayah pemilihan yang dimenangkan Prabowo dengan proporsi penguasaan yang sangat tinggi (Grafik 1).
Infografik Litbang Kompas(KOMPAS/GUNAWAN)
Keunggulan Prabowo terbesar di Provinsi Sumatera Barat.
Pada daerah pemilihan Sumatera Barat II, misalnya, yang meliputi Kabupaten Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Padang Pariaman, Lima Puluh Kota, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, mencapai hingga 79,4 persen.
Hasil tersebut berselisih hingga 58,8 persen dengan Jokowi.
Selain Sumatera Barat, Prabowo terbukti mampu mengalahkan Jokowi di 10 provinsi, atau jika daerah pemilihan pada pemilu legislatif digunakan, hingga sebanyak 26 daerah pemilihan.
Menariknya, separuh dari daerah pemilihan yang ia kuasai (13 daerah) tergolong unggul mutlak dengan selisih penguasaan minimal di atas 20 persen dari Jokowi.
Pada sisi sebaliknya, keunggulan tertinggi Jokowi terjadi di Sulawesi Selatan II dan Jawa Tengah V.
Infografik Litbang Kompas(KOMPAS/GUNAWAN)
Di Sulawesi Selatan II yang meliputi wilayah Bulu Kumba, Sinjai, Bone, Maros, Pangkajene, Barru, Kota Pare-Pare, Soppeng, dan Wajo berhasil menguasai 78,7 persen suara pemilih.
Sementara di Jawa Tengah V yang terdiri dari Boyolali, Klaten, Sukoharjo, dan Kota Surakarta, ia menguasai 77,7 persen.
Kedua daerah pemilihan di atas, Sulawesi Selatan II maupun Jawa Tengah V secara emosional berkaitan erat dengan keberadaan Jusuf Kalla dan Jokowi.
Dengan besaran suara pemilih yang dikuasai, Jokowi membangun benteng penguasaan di berbagai wilayah.
Apabila dihitung, terdapat 25 wilayah yang berhasil dimenangkan dengan jarak perbedaan di atas 20 persen.
Dari sebanyak itu, 10 besar wilayah berselisih hingga di atas 35 persen (Grafik 2).
Selain daerah yang menjadi benteng kemenangan terkuat dari Prabowo maupun Jokowi, hasil Pemilu 2014 lalu juga menggambarkan wilayah-wilayah yang menjadi battle ground bagi kedua sosok tersebut.
Setidaknya, terdapat 13 daerah pemilihan yang menjadi potret persaingan terketat.
Pada seluruh wilayah tersebut, selisih kemenangan ataupun kekalahan sangat tipis, di bawah selisih total kemenangan ataupun kekalahan mereka secara nasional (di bawah 6,3 persen).
Persaingan paling ketat ada di daerah pemilihan DKI II, yang meliputi Jakarta Selatan, Jakarta Pusat (termasuk suara dari pemilih yang bermukim di luar negeri). Jokowi unggul, meraih 50,2 persen dan kemenangan tersebut terpaut sangat tipis, 0,3 persen saja.
Selain daerah yang menjadi benteng kemenangan terkuat dari Prabowo maupun Jokowi, hasil Pemilu 2014 lalu juga menggambarkan wilayah-wilayah yang menjadi battle ground bagi kedua sosok tersebut.
Selain DKI II, daerah pemilihan Riau II dan Aceh I juga berselisih sangat tipis, 0,5 persen.
Di Riau II, yang meliputi Kabupaten Kampar, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, dan Pelalawan tersebut Prabowo meraih 49,7 persen.
Begitu juga di Aceh II yang meliputi Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Utara, Bireuen, Bener Meriah, Aceh Tamiang, Kota Lhokseumawe dan Langsa.
Kemenangan tipis Prabowo terjadi di Riau I. Pada daerah pemilihan yang meliputi Kabupaten Bengkalis, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Kepulauan Meranti, hingga Kota Pekanbaru dan Dumai, Prabowo meraih 50,4 persen terpaut 0,8 persen suara saja dari Jokowi.
Baca juga :
Selain keempat daerah di atas, perbedaan sangat tipis juga terjadi di Jawa Timur III (Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo) dan di Maluku. Pada kedua daerah tersebut, selisih suara yang dimenangi Jokowi tidak lebih dari 1 persen saja.
Pada daerah pemilihan Jambi, Lampung I, Sumatera Utara II, Jawa Tengah VIII, Jawa Timur X, Jawa Timur V, dan Jawa Timur IX persaingan juga tergolong ketat.
Akan tetapi, selisih suara yang diraih kedua sosok terpaut relatif lebih besar, namun masih di bawah 6 persen. (Grafik 3).
Berikut 13 daerah dengan selisih suara paling kecil antara Prabowo-Hatta dan Jokowi-Kalla pada Pilpres 2014:
1. DKI II
- Prabowo-Hatta: 49,8 persen
- Jokowi-Kalla: 50,2 persen
2. Riau II
- Prabowo-Hatta: 49,7 persen
- Jokowi-Kalla: 50,3 persen
3. Aceh I
4. Riau I
- Prabowo-Hatta: 50,4 persen
- Jokowi-Kalla: 49,6 persen
5. Jawa Timur III
- Prabowo-Hatta: 49,5 persen
- Jokowi-Kalla: 50,5 persen
6. Maluku
7. Jambi
- Prabowo-Hatta: 49,3 persen
- Jokowi-Kalla: 50,7 persen
8. Lampung I
- Prabowo-Hatta: 47,7 persen
- Jokowi-Kalla: 52,3 persen
9. Sumatera Utara II
- Prabowo-Hatta: 52,3 persen
- Jokowi-Kalla: 47,7 persen
10. Jawa Tengah VIII
11. Jawa Timur X
- Prabowo-Hatta: 52,4 persen
- Jokowi-Kalla: 47,6 persen
12. Jawa Timur V
- Prabowo-Hatta: 47,1 persen
- Jokowi-Kalla: 52,9 persen 13.
13. Jawa Timur IX
- Prabowo-Hatta: 47,1 persen
- Jokowi-Kalla: 52,9 persen
Dengan konfigurasi persaingan ketat di 13 daerah pemilihan, menjadi menarik diketahui apakah pola persaingan yang sama akan terjadi pada Pemilu 2019 mendatang? Siapa sosok calon presiden yang berhasil menjadi pemenang di wilayah tersebut?
Jika dicermati pada setiap wilayah, terdapat beragam alasan yang membentuk sedemikian ketatnya pola persaingan.
Dengan mengambil contoh pada wilayah kemenangan terbesar Jokowi-Kalla ataupun Prabowo-Hatta, misalnya, unsur-unsur emosional pemilih seperti tempat kelahiran ataupun asal usul tokoh, turut berperan.
Sisi lain yang menarik dicermati, unsur-unsur kekuatan partai politik di setiap daerah juga turut berperan, kendati tidak berlaku menyeluruh.
Pada Pemilu 2019 kali ini, tidak hanya kedua pertimbangan di atas, namun posisi Jokowi sebagai presiden dalam kurun empat tahun terakhir diperkirakan menjadi faktor yang turut berperan.
Begitu pula, penyelenggaraan Pilkada serentak yang mengukuhkan aktor-aktor politik baru dinilai turut membentuk konfigurasi baru di setiap daerah.
Dengan beragam faktor yang diperkirakan mewarnai persaingan Pemilu Presiden 2019 mendatang, tampaknya masih tampak samar menentukan siapa yang mampu menguasai 13 wilayah persaingan terketat.
Masing-masing punya kelebihan
Dalam Sapa Indonesia malam Kompas TV bertajuk "Perebutan 13 Daerah "Battleground" Penentu Kemenangan Pilpres" yang ditayangkan 22 Februari 2018 lalu, Peneliti Litbang Kompas Yohan Wahyu menyampaikan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan di 80 dapil yang pernah dilakukan, Jokowi dan Prabowo sama-sama punya kelebihan.
80 dapil tersebut dibangi ke dalam 4 cluster :
1. DPT tinggi dan partisipasi tinggi
2. DPT tinggi partisipasi rendah
3. DPT rendah partisipasi tinggi
4. DPT rendah partisipasi rendah
Secara keseluruhan, kata Yohan, sebaran suara terlihat merata tapi ada pola yang mencolok.
Jokowi, rata-rata menang di wilayah yang ber-DPT tinggi atau banyak pemilih dan tingkat partisipasinya juga tinggi.
"Jadi mendulang lebih banyak suara di dapil-dapil itu. Meskipun di beberapa dapil yang sama pak Prabowo menang juga. Tapi lebih banyak Pak Jokowi yang memenangkan dapil-dapil seperti itu," katanya.
Sementara itu, Prabowo lebih banyak meraup suara di dapil-dapil yang ber-DPT rendah tapi memiliki partisipasi tinggi.
"Jadi polanya memang ada kecenderungan seperti itu. Hasil analisis di 80 dapil yang dibagi 4 cluster," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar